Bisnis Syariah – Pendidikan menjadi barometer keunggulan dan kemajuan suatu negeri. Terpuruknya perekonomian Indonesia beberapa tahun lalu akibat pendidikan ekonomi Islam di negeri ini belum memasyarakat. Pendidikan adalah inti untuk mewujudkan suatu generasi yang tangguh dan profesional di segala bidang. Di sinilah perlu sistem pendidikan yang bisa diandalkan di samping memiliki human knowledge, skill dan good attitude.
Bagaimana dengan pendidikan agama di negara kita? Jawabannya secara umum belum dilaksanakan sepenuhnya. Sebab selama ini pendidikan Islam, hanya diajarkan baru sebatas ‘ubudiyah. Mulai tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Misal, dapat dilihat ketika kita memasuki setiap bulan ramadhan, anak-anak atau adik-adik kita sibuk membawa buku panduan dari sekolahnya masing-masing untuk mencatat aktivitas puasanya, salatnya, dan pemateri ceramah di masjid tempat mereka salat berjemaah. Anak-anak jarang diperkenalkan bagaimana Perekonomian Islam atau Bisnis Syariah, bagaimana mendapatkan harta yang halal, pakaian yang digunakan untuk salat, makanan dan minuman yang dikonsumsi, serta rumah tinggal dan kendaraan yang mereka miliki, bahkan uang jajan yang mereka dapat setiap hari.
Pendidikan di negeri ini menjadi tak seimbang. Sisi lain berlari cepat, dan yang lainnya tetap di tempat. Bahkan pendidikan cenderung salah, misal, anak-anak sejak sekolah tingkat dasar (SD) telah ditanamkan system ekonomi kapitalis di sela-sela buku pelajaran mereka, baik di IPS, Bahasa Indonesia bahkan di Matematika. Seringkali kita menjumpai, cerita-cerita atau contoh-contoh hitungan yang pada intinya, bagaimana mendapatkan keuntungan maksimal, dengan modal sekecil-kecilnya. Sehingga wajarlah, jika otak anak-anak negeri ini mayoritas tamak, rakus, dan individualisme. Sebuah karakteristik dari sistem kapitalisme.
Terjadinya krisis financial global baru-baru ini, sepertinya menjadi pelajaran berharga. Dari berbagai analisis para pakar ekonomi dunia, dapat disimpulkan, bahwa penyebab utama timbulnya krisis moneter tersebut, karena kerapuhan fundamental ekonomi AS (fundamental economic fragility).
Peran Bisnis Syariah
Kehadiran perbankan syariah, BPRS, BMT, Asuransi Syariah, Pegadaian Syariah, Pasar Modal Syariah, dan masih banyak lagi industri yang bergerak dengan asas Bisnis Syariah begitu mengagumkan perkembangannya saat ini di Indonesia. Industri-industri yang berbasis Bisnis Syariah ini ternyata telah teruji dan terbukti lebih tahan menghadapi terpaan badai krisis baik tahun 1997-1998 maupun tahun 2008 lalu. Di sinilah perlunya peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang nanti mampu mengelola secara berkualitas dan profesionalnya.
Profesional, tidak hanya mengetahui tataran konseptual tetapi juga pada tataran praktis tentang ekonomi keuangan modern dan keuangan Islam serta Bisnis Syariah. Kebutuhan akan SDM seperti ini belum diimbangi dengan supply yang memadai. Pada tataran teoritis dan konseptual, kita masih merasakan sangat kekurangan pakar yang benar-benar mendalami sekaligus ilmu ushul fikh, fikih muamalah, ilmu ekonomi keuangan dan Ilmu Bisnis Syariah.
Untuk menciptakan SDM berkualitas, maka perlu kiat dengan memasyarakatkan Bisnis Syariah. Artinya, harus menggunakan sistem Bisnis Syariah yang jauh dari ekonomi Ribawi. Maka sedikitnya ada bebarapa tips yang dapat diterapkan agar Bisnis Syariah memasyarakat.
Pertama, bersinergi dengan pemerintah, sebagai pelaku politik dan regulator. Merupakan tugas pemerintah untuk mengeluarkan UU Perbankan Syariah, sehingga benar-benar memberikan kemudahan bagi perbankan syariah di Indonesia.
Di samping itu, pemerintah juga berkewajiban membuat silabus kurikulum ekonomi berbasis Bisnis Syariah yang berkualitas, kompeten, dan disesuaikan dengan kapasitas peserta didik. Mulai dari SD/MI, SMP/Mts, dan SMU/MA. Sehingga sejak dini mereka telah mengenal Pendidikan Bisnis Syariah, melalui jalur formal di sekolahnya.
Kedua, bersinergi dengan para ulama dan para pemuka masyarakat. Terutama bagi mereka yang menjadi pimpinan pondok pesantren. Tugas mereka adalah memberikan fatwa tentang keharaman ribawi dengan segala anak turunannya serta macam-macamnya. Tidak hanya fatwa, para ulama juga berkewajiban mengajarkan kepada santri-santrinya ilmu tentang dunia, berkasab yang benar, mencari harta yang halal, praktik-praktik Bisnis Syariah, praktik di zaman Nabi, generasi sahabat, tabiien hingga praktik muamalah kontemporer seperti saat ini, yaitu Fiqh al-Muamalah al-Maaliyyah al-Mu’ashirah (Bisnis Syariah).
Ketiga, bersinergi dengan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) atau Universitas yang berafiliasi Islam, seperti UIN, UII, IAIN, maupun Universitas yang membuka jurusan Ekonomi Islam lainnya. Dengan harapan mendapat dukungan tidak hanya manyusun kurikulum dan sosialisasi Bisnis Syariah. Kecuali itu dalam bentuk penempatan dana mereka di Bank Syariah. Sehingga market share Bank Syariah bisa mencapai 80 persen sesuai dengan jumlah umat Islam di negeri ini. Ketika kekuatan mahasiswa dari Universitas dan PTAI ini bergerak secara serempak, membumikan ekonomi Islam, mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, maka ekonomi Islam dengan sendirinya akan tersosialisasi ke lapisan masyarakat bawah sekalipun.
Keempat, bersinergi dengan para praktisi ekonomi dan keuangan. Para praktisi lapangan ini adalah mereka yang terlibat langsung aktivitas Bisnis Syariah, baik mereka sebagai bankir, entrepreneur, pegawai asuransi syariah, BMT dan lain-lainnya yang bergerak dalam bidang ekonomi syariah. Peran mereka sangat urgen dalam memasyarakatkan ekonomi Islam. Salah sedikit saja menerapkan akad-akad dalam transaksi ekonomi Islam, akan langsung mendapat tanggapan tajam dari masyarakat.
Kelima, bersinergi dengan masyarakat. Mulai masyarakat awam hingga yang aktifis organisasi. Sebab masyarakat merupakan elemen terpenting dalam memasyarakatkan Bisnis Syariah. Maka ketika masyarakat telah paham betapa bermanfaatnya bertransaksi dengan system Bisnis Syariah, sadar akan pentingnya kemajuan ekonomi syariah, dengan sendirinya mereka akan turut mendukung segala Program Bisnis Syariah.
warung kopi bisnis
suiip....!!
BalasHapus